A. Tauhid Sebagai prinsif Pengetahuan
Agama Islam atau Ad-Dinul Islam adalah agama wahyu. Sumber ajarannya adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Allah yang mengutus Muhammad yang membawa petunjuk yang lebih unggul dari agama-agama lain, meskipun orang-orang kafir membencinya.
Agama Islam atau Ad-Dinul Islam adalah agama wahyu. Sumber ajarannya adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Allah yang mengutus Muhammad yang membawa petunjuk yang lebih unggul dari agama-agama lain, meskipun orang-orang kafir membencinya.
Sebagai agama wahyu yang terakhir, Islam merupakan suatu system akidah, sya’riah dan akhlak yang mengatur segala tingkah alku manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Islam adalah sebagai pedoman hidup bagi manusia, baik hubungan manusia dengan Tuhanya, hubungan manusia dengan masyarakat, hubungan manusia dengan dirinya sendiri maupun hubungan manusia dengan alam dan makhluk lainnya.
Islam merupakan agama yang benar dan sempurnna di sisi Allah (QS.3:19), karena itu orang yang mencari pedoman hidupnya selain agama Islam akan memperoleh kerugian terutama diakhirat (QS.3:3). Seorang muslim harus mengislamkan (menyerahkan dirinya) kepada kehendak Allah (wahyu) dengan berbuat baik dengan penuh keikhlasan. (QS.4:125).
Dalam konteks ini, ajaran keesaan Allah atau tauhid menjadi dasar bagi pengetahuan dalam Islam. Setiap maslim mengawali pengetahuannya dengan mengesakan Allah SWT. Sebagai prinsip pengetahuan, tauhid adalah pengetahuan bahwa Allah sebagai kebenaran itu ada, dan bahwa Dia itu Esa. Hal ini mengimplementasikan bahwa semua kebenaran, semua keraguan dapat diajukan kepada-Nya, bahwa tidak ada pernyataan yang tidak boleh diuji, atau yang tidak boleh dinilai secara pasti. Tauhid adalah pengakuan bahwa kebenaran bias ketahui, dan bahwa manusia mampu mencapainya.
Lebih jauh dijelaskan Al-Faruqi (1996) bahwa prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip yaitu:
1. Penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas.
2. Penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki.
3. Keterbukaan bagi bukti yang baru, dan atau bertentangan.
Prinsip pertama meniadakan kebohongan dan penipuan dalam Islam, karena prinsip ini menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan dikritik. Prinsip inji melindungi kaum muslim dari pernyataan yang tidak teruji dan tidak dikonfirmasikan mengenai pengetahuan. Pernyataan yang tidak dikonfirmasikan menurut al-Qur’an adalah zhann atau pengetahuan yang menipu dan dilarang Tuhan.
Prinsip kedua, yakni tidak ada kontradiksi yang hakiki, melindunginya dari kontradiksi di satu pihak dan daripada paradoks di lain pihak. Prinsip ini merupakan esensi rasionalisme. Tanpa itu, tidak ada jalan utnuk lepas dari skeptisisme, sebab sebuah kontradiksi tidak akan pernah diketahui. Kalaupun terjadi kontradiksi wahyu dengan akal. Islam tidak hanya menyangkal kemungkinan logis dari kontradiksi seperti itu, tetapi ia juga menyediakan petunjuk untuk mengatasinya jika ia muncul dalam pemahaman.akal ataupun wahyu sama-sama tidak boleh menjadi raja satu atas lainya. Jika wahyu diunggulkan, maka tidak akan ada prinsip yang dapat digunakan untuk membelakan antara satu wahyu. Jika wahyu mungkin bertentangan dengan aka, atau dengan penemuan-penemuan dalam penelitian atau pengetahuan rasional, maka islam menyarankan kepada para peneliti/ilmuwan agar meninjau kembali pemahamannya atas wahyu atau penemuan-penemuan rasionalnya atau kedua-duanya. Dengan demikian, seorang muslim adalah seorang rasionalis, karena dia menegaskan kesatupaduaan antara dua sumber kebenaran, yaitu wahyu dan akal.
Prinsip ketiga tauhid sebagai kesatuan kebenaran yaitu keterbukaan terhadap bukti baru dan/atau yang bertentangan, melindungi kaum muslimin dari fanatisme dan konservatisme yang mengakibatkan kemandegan. Prinsip ini mendorong kaum muslimin kepada sikap rendah hati intelektual. Akan muncul dalam ungkapan seorang muslim, penegasannya Allah yan g lebih tahu, karena dia yakin kebenaran lebih besar dari apa yang dapat dikuasainya sepenuhnya dimanapun dan saat kapanpun.
B. Pendekatan Islam Terhadap Manajemen
Terminologi Islam secara khusus menyebutkan istilah manajemen belum ada yang popular. Namun bila didekati dari istilah bahasa Arab dapat dikemukakan disini bahwa kata “yudabbiru” diartikan mengarahkan, mengelola, melaksanakan, menjalankan, mengatur atau mengurusi. Asal katanya adalah dari
Islam merupakan agama yang benar dan sempurnna di sisi Allah (QS.3:19), karena itu orang yang mencari pedoman hidupnya selain agama Islam akan memperoleh kerugian terutama diakhirat (QS.3:3). Seorang muslim harus mengislamkan (menyerahkan dirinya) kepada kehendak Allah (wahyu) dengan berbuat baik dengan penuh keikhlasan. (QS.4:125).
Dalam konteks ini, ajaran keesaan Allah atau tauhid menjadi dasar bagi pengetahuan dalam Islam. Setiap maslim mengawali pengetahuannya dengan mengesakan Allah SWT. Sebagai prinsip pengetahuan, tauhid adalah pengetahuan bahwa Allah sebagai kebenaran itu ada, dan bahwa Dia itu Esa. Hal ini mengimplementasikan bahwa semua kebenaran, semua keraguan dapat diajukan kepada-Nya, bahwa tidak ada pernyataan yang tidak boleh diuji, atau yang tidak boleh dinilai secara pasti. Tauhid adalah pengakuan bahwa kebenaran bias ketahui, dan bahwa manusia mampu mencapainya.
Lebih jauh dijelaskan Al-Faruqi (1996) bahwa prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip yaitu:
1. Penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas.
2. Penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki.
3. Keterbukaan bagi bukti yang baru, dan atau bertentangan.
Prinsip pertama meniadakan kebohongan dan penipuan dalam Islam, karena prinsip ini menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan dikritik. Prinsip inji melindungi kaum muslim dari pernyataan yang tidak teruji dan tidak dikonfirmasikan mengenai pengetahuan. Pernyataan yang tidak dikonfirmasikan menurut al-Qur’an adalah zhann atau pengetahuan yang menipu dan dilarang Tuhan.
Prinsip kedua, yakni tidak ada kontradiksi yang hakiki, melindunginya dari kontradiksi di satu pihak dan daripada paradoks di lain pihak. Prinsip ini merupakan esensi rasionalisme. Tanpa itu, tidak ada jalan utnuk lepas dari skeptisisme, sebab sebuah kontradiksi tidak akan pernah diketahui. Kalaupun terjadi kontradiksi wahyu dengan akal. Islam tidak hanya menyangkal kemungkinan logis dari kontradiksi seperti itu, tetapi ia juga menyediakan petunjuk untuk mengatasinya jika ia muncul dalam pemahaman.akal ataupun wahyu sama-sama tidak boleh menjadi raja satu atas lainya. Jika wahyu diunggulkan, maka tidak akan ada prinsip yang dapat digunakan untuk membelakan antara satu wahyu. Jika wahyu mungkin bertentangan dengan aka, atau dengan penemuan-penemuan dalam penelitian atau pengetahuan rasional, maka islam menyarankan kepada para peneliti/ilmuwan agar meninjau kembali pemahamannya atas wahyu atau penemuan-penemuan rasionalnya atau kedua-duanya. Dengan demikian, seorang muslim adalah seorang rasionalis, karena dia menegaskan kesatupaduaan antara dua sumber kebenaran, yaitu wahyu dan akal.
Prinsip ketiga tauhid sebagai kesatuan kebenaran yaitu keterbukaan terhadap bukti baru dan/atau yang bertentangan, melindungi kaum muslimin dari fanatisme dan konservatisme yang mengakibatkan kemandegan. Prinsip ini mendorong kaum muslimin kepada sikap rendah hati intelektual. Akan muncul dalam ungkapan seorang muslim, penegasannya Allah yan g lebih tahu, karena dia yakin kebenaran lebih besar dari apa yang dapat dikuasainya sepenuhnya dimanapun dan saat kapanpun.
B. Pendekatan Islam Terhadap Manajemen
Terminologi Islam secara khusus menyebutkan istilah manajemen belum ada yang popular. Namun bila didekati dari istilah bahasa Arab dapat dikemukakan disini bahwa kata “yudabbiru” diartikan mengarahkan, mengelola, melaksanakan, menjalankan, mengatur atau mengurusi. Asal katanya adalah dari
0 komentar:
Posting Komentar